Sabtu, 15 Oktober 2011

Aku dan Teman-Teman SMP ku

Sebagai anak kampung yang --boleh dibilang-- terisolir,Tanjungsari, aku bangga dapat bersekolah di sekolah favorit seperti SMP Negeri Wirosari. Tidak banyak teman SD angkatanku yang meneruskan sekolah, apalagi di SMP Negeri Wirosari. Hanya Supirman. Pirman lah satu satunya teman SD ku yang 'menemani'ku sekolah di SMP Negeri Wirosari. Karena tinggal di dusun yg berbeda aku dan Pirman jarang bertemu pada waktu waktu di luar waktu sekolah. Satu lagi teman yang tinggal satu desa dengan ku adalah Walidi. Walidi adalah adik dari Bu Lik ku yang asli Klaten. Walidi lulus SD di Klaten. Tapi oleh orang tuanya disekolahkan SMP di Wirosari. Walidi tinggal sedusun dengan Pirman. Tapi karena sering berkunjung ke tempat Bu Lik yang tinggal berdekatan dengan tempat tinggalku, Walidi lebih sering bertemu dan bermain bersamaku di luar waktu sekolah. Pirman dan Walidi lah yang merasakan suka duka bersekolah di SMP Wirosari dari kampung bersamaku. Dingin dan sulitnya mandi di musim kemarau, jalan 'plentong' di musim hujan, basah kuyup kehujanan di jalan, menjadi kenangan yang sangat lekat diingatan kami. Tak kurang sepuluh kilometer setiap hari kami tempuh bersepeda untuk bersekolah. Di musim hujan tidak jarang gantian kami yang dinaiki sepeda, karena --jangankan menaiki-- menuntun sepeda pun tidak mungkin. 
Melewati batas desa, ketika berangkat sekolah, aku biasa bertemu dengan Sulistyo, putra Pak Carik Kalirejo. Walaupun sama sama bersepeda, Sulistyo tidak mengalami 'sepeda naik orang' karena jalan di depan rumahnya menuju jalan beraspal jauh lebih baik dari jalan di desaku. Tidak heran saat aku sudah ngos ngos an mengayuh sepada, Lis masih segar untuk bersepeda ke sekolah.
Sampai jalan besar (beraspal) aku akan disambut senyum ceria dari Sudarno dan Jupri. Darno dan Jupri tinggal di desa Kropak. Tidak seperti teman-teman sebelumnya, aku hanya sering bertemu Darno dan Jupri di jalan saja dan di sekolah tentunya. Aku belum pernah berkunjung ke rumahnya. Heran, meskipun di musim kemarau Kropak sering diberitakan kekurangan air (sama seperti desaku) tapi Darno dan Jupri kelihatan segar-segar selalu. Bahkan kulitnya pun bersih ..........(sori ya Dar, Pri,.....lakone ..eh resepe opo ?.....he he he ).
Beberapa kayuhan kemudian aku akan berjumpa dengan Isnadi, aktivis sekolah yang cepat kaki ringan tangan itu.  Meskipun tinggal di kampung, Isnadi banyak mengikuti kegiatan extrakurikuler baik di sekolah maupun di luar sekolah. Beberapa kali Isnadi mengajak aku untuk aktiv juga, bahkan pernah datang ke rumah untuk itu. Sayang aku tak bisa memenuhinya. Isnadi anak 'gaul'. Lewat Isnadi, aku, yang 'pendiam....(walah)', jadi kenal lebih banyak teman.
Teman-teman itulah yang menemani aku menyusuri jalan dari rumah ke sekolah setiap hari dengan segala suka dukanya.
Oh ya, ada satu temen seperjalanan, cewek, yang hampir lupa aku menyebutnya. Wiwiek (hora ngerti jeneng dowone aku....he he), dari Kalirejo. Tapi --memang-- jarang kami saling ngobrol. Entah siapa yang punya ide untuk sombong duluan. Yang jelas bukan aku....................swear !!.....he he he. (iya khan Wiek ?). Tapi yang jelas, Wiwiek dan teman-teman seberang Lusi yang lain adalah teman yang sulit terlupakan. Apalagi ketika suatu pagi di musim hujan Pak Irjan tiba-tiba masuk ke kelas dan mengumumkan :'Jembatan Lusi ambrol....'. Duh, runtuh juga nyali kami.  Seperti mendapat kesempatan langka dan berharga, beberapa teman cewek di kelas --yang tidak terdampak-- mulai meledekku : 'Hayo,  Eko nangis, Eko nangis..............' He he, tak bisa kupungkiri, saat itu aku memang sedih dan panik. Jembatan itu vital bagi kami. Tiap hari, bahkan bisa berulang-kali, kami melintasinya. Bersyukur tak ada satupun dari kami menjadi korban.
Tak ada waktu yang lebih menyenangkan seperti ketika aku sampai di sekolah. Tidak lama setelah memarkir sepeda, sapaan sapaan hangat teman-teman mulai membobardirku, bahkan sebelum aku mencapai kelasku. Kadang juga ledekkan, kalau melihat aku tampil --menurut mereka-- agak aneh. Maklum anak kampung ....he he he.  Tapi entah kenapa, --mungkin karena merasa senasib ya ?-- aku lebih mudah bergaul dengan teman-teman yang dari luar kota. Aku coba sebut satu-satu. Pasti tidak komplit. Protes sangat dipersilakan.....he he he. Dari ujung timur ada Solikul Hadi (aku pernah ke rumahnya..nonton tv), Sigit Mulyadi (temen luar kota yang sama2 pengin bisa main basket), Harto (aku pernah ke rumahnya....beli benih ikan), Joko Kuntono (ini sih agak elit dulu..............ha ha ha). Mereka itu teman-teman ku dari Ngaringan. Ke barat sedikit, dari desa Pendem, ada Sungaedi (ini temen pendiem yem yem yeeeem......seperti nama desanya....he he) dan Sutrisno (lha yang ini sekarang jadi kakak sepupu (ipar) ku dan Manager sebuah group Campursari.................Sugeng MasTris...he he). Terakhir dari wilayah timur adalah Panji Sukrisno dari Dapurno (ini temen cool dan meyakinkan....he he).
Dari wilayah utara, Karangasem, aku berteman dengan Suprayikno (memang pakai 'k' bukan 't'..he he). Ini temenku yang paling perlente. Pakaian selalu rapi, rambut klimis dan tersisir rapi, dengan jam-tangan selalu melilit di pergelangan tangannya. Keren deh pokoknya....he he he. Satu lagi dari Karangasen adalah Nursyahid. Seperti Sigit, Nursyahid mencoba mencicipi permainan basket --yang hanya bisa kami dapatkan di sekolah-- bersamaku. Bergeser ke selatan, deket-deket kota, ada Wartono dan Sugiono di Ngledok. Aku pernah datang ke rumah mereka ....'ngrontoki degan'. Thanks ya Ton, Gi....he he he.
Nun jauh di barat laut Wirosari, aku bersahabat dengan seorang pengagum tokoh epic Bandung Bondowoso. Dia lah Joko Setiawan dari desa Tarub. Dari nama dia dan nama desanya sebetulnya tokoh Joko Tarub lebih mudah diasosiasikan kepada dirinya. Tapi entah kenapa dia lebih memilih Bandung Bondowoso yang sakti itu. Barangkali karena kekagumannya itu Joko Setiawan punya badan yang sehat dan kuat. Konon Joko merupakan 'petinju' berbahaya waktu di sekolah diadakan exkul tinju...hiii. Joko Setiawan merupakan temen yang sangat bangga dengan 'kekampungan dan kegunungannya'. Dia selalu mencoba untuk tidak larut dengan gaya perkotaan, termasuk dalam berbicara. Sehingga tidak jarang ada istilah-istilah lucu mucul dari nya. (Jok, masih inget nggak satu atau dua istilah mu yang jadi bahan ketawaan kita ?.......ha ha ha). Aku dan Joko Setiawan akrab. Orang tua kami bersahabat waktu sekolah dulu.  Kami pernah saling berkunjung ke rumah. Turun gunung ke selatan aku punya teman Joko lagi. Kali ini Joko Kanafi. Kanafi -yang saat itu masih joko-- adalah temenku yang paling tajir dan baik hati (suka nraktir maksudku.....he he he). Pernah suatu ketika dia terheran-heran saat aku bilang tas 'levis' yang aku pakai harganya 500 rupiah. 'Tidak mungkin', kata dia. 'Kalau 3000 rupiah baru percaya', terangnya. Memang, tas dengan model mirip -- yang dia pakai-- harganya  3000 rupiah. Joko lupa kalau model boleh sama tapi kualitas ? tunggu dulu !. 'Beda kelas bro !!!..................kataku...he he. (hooi sobat, kapan traktir aku lagiiiii ?..). Bergeser keselatan lagi aku sampai di desanya Ki Ageng Selo. Di sana ada Basuki. Basuki temanku yang paling rajin, dandanan selalu rapi, pintar dan terkenal dengan tulisan ciamiknya. Tapi aku menangkap sikap yang sangat berubah dan aneh saat dia di SMA..... (Bas, sebetulnya aku ingin tuliskan keanehanmu di sini, biar kamu marah dan memaksamu menemuiku. Tapi tidak lah. Aku tak mau memaksa, karena semua yang terpaksa akan sia-sia, kata orang. Biarlah kita bertemu 'alamiah' saja. Aku siap mendengar ide-ide anehmu lagi .....kalau masih punya...ha ha ha).
Meskipun tak ingat persis dari mana mereka berasal, aku ingat nama-nama Mugiono, Ibnu Haris Abantoro, Masrukin, Sudarto dan Joni Sumbardoputro
Lebih mudah bergaul dengan teman-teman luar kota, bukan berarti aku tak pernah berinterkasi dengan teman-temanku yang dari dalam kota. Beberapa teman dalam kota bahkan sangat akrab, terutama yang pernah belajar dalan satu kelas. Aku sering berkunjung ke rumah teman-temanku itu baik untuk sekedar bermain atau mengerjakan tugas-tugas sekolah. Ada misteri yang lain. Kebanyakan teman-teman dalam kota yang pernah sekelas denganku adalah mereka yang tinggal di daerah timur Wirosari; Pandean dan Kedusan. Sebut saja, dari sebelah selatan rel kerata, Edi Winarno (teman yang rajin mengontakku ...thanks Ed), Sindung dan Pujianto (dua jagoan bulutangkis) dan Edi Mintono (Mintok, si kecil yang ganteng). Kemudian di sebelah utara rel, ada Slamet (si murah senyum, tapi juga Guard yang menyeramkan bagi pengganggu kelas kami), Suwarno (pebasket kecil yang low profile). Kemudian ada Supriyadi, yang menyukai 'militerisme' dan Muhamad Windarto, sang seniman lukis.
Dari pinggir timur kota mBandang ada Supriyono, si jangkung, smasher tim volley kami. Dan di pinggir barat, Kunden, ada Slamet Ngudiono (seperti selalu sibuk ini temen, kalau ngobrol seperlunya...he he. Istirahat dengan tenang Met)
Ke tengah kota, aku punya teman sekelas Tri Supriyanto dan Sugito (sama-sama pendiem, sulit komentar aku...he he), Agus Murtianto (yang mendadak dangdut....eh mendadak jangkung waktu kelas tiga ...he he he, sehingga jadi smasher baru di tim volley kami). Kemudian ada Juari (idola cewek-cewek.....katanya), Agus Yunan sang striker, Yunan Atcha humoris yang kaya banyolan dan Rozikin sang pujangga.
Beberapa nama aku ragu untuk menyebutkan pernah sekelas denganku atau tidak. Pasti ada, karena tidak mungkin sesedikit itu aku menyebutnya. Mudah-mudahan hujan protes segera terjadi sehingga menyegarkan ingatanku.
Lho kok cowok semua ?. Memang nggak punya temen cewek ? Ada lah. Tetapi, mohon maaf sebelumnya, mungkin tidak bisa sebanyak temen-temen cowok ceritanya. Aku jarang ngobrol dengan teman-teman cewek. Bukan takut tapi jaim.................kebalik kaleeee...he he he. Sekedar menyebut nama beberapa temen cewek --terutama yang pernah sekelas-- tentu bisa, meskipun lebih parah lagi mlesetnya. Tanpa komentar tentunya ya....ha ha ha. Yang dari luar kota dulu ya.... Dari timur ada Sulastri, Ngaringan (ups!, tunggu bentar sebetulnya ada satu atau dua temen cewek sekelasku yang dari Todanan tapi aku lupa sama sekali namanya...kalau Agus Murti ada disampingku, sepertinya akan mudah mendapatkan lagi namanya......ha ha ha). Kemudian Sri Inwati dan Martiningsih dari Bandungsari, ada Hartini (dari mBandung juga kah kau ?, aku lupa). Bergeser lagi ke barat ada Sri Wahyuni dari Truwolu. Kemudian ke Pengkol,... wadoh, (Git, nyonyahmu jenenge sopo ? he he....aku lali je. Pernah sekelas denganku enggak ya dia ?)
Dari belahan utara, aku yakin punya satu temen cewek dari Karangasem. Lagi-lagi aku lupa namaya (Git, bantuin aku lagi dong. Siapa nama temen cewek kita itu ? ......bisik bisik nggak popo wis...................ha ha ha).
Ke ujung barat ada Endang Pujiastuti dari Plosorejo, kemudian geser ke timur ada Sri Widayati dan Catur (aku lupa nama panjangnya, meskipun --seingat saya-- bagus) dari Selo. Kemudian dari Sambirejo ada siapa tu, Martini (ya ?)
Selebih nama-nama di atas adalah temen-temen cewek sekelasku dari dari dalam kota.  Lebih banyak. Tapi sayang aku hanya ingat beberapa nama mereka. Ida Haryannti (eh bener yo ?) adalah salah satunya, kemudian Henny H (juga, tapi lupa aku, panjangnya apa; Joko Kanafi pasti ingat .....ha ha ha), Purwaningsih, Esti Riyani, Dwi Sri NurhayatiMauludiningsih, Rigen Ariswati, Suntari (mengingatkanku dengan Sukamto). Ada nama-nama yang aku ingat dan mungkin pernah sekelas denganku seperti Hastu Winanti dan Kustiati. Tapi aku ragu.  (Maaf kalau salah ya Tuk, Kus....).
Satu atau dua dari temen cewek sekelasku itu mudah aku ingat melalui peristiwa lucu dan menggelikan. Misalnya saat ada yang iseng memasang-masangkan cewek-cewek cantik dengan cowok-cowok ganteng di kelasku. Mungkin aku terlihat ganteng saat itu sehingga aku dipasangkan dengan Inwati, cewek mBandung itu...ha ha ha. Sebetulnya aku yakin banyak teman sekelas yang tidak mempedulikan 'acara' ini. Aku pun anteng-anteng saja. Sampai suatu ketika Pak Yitno bahasa Inggris ikut 'meramaikannya' di tengah-tengah pelajaran.  Dan --singatku-- Bu Lastinah Sejarah juga melakukan hal sama. Ehmmm, jadilah aku nyuri-nyuri lirikan ke Inwati. Harus kuakui dia memang cantik.............................yeeeeee malah nyanyi....ha ha ha. (Sori ya In, jangan salahkan aku, salahkanlah mereka itu...he he he).
Satu lagi adalah Esti Riyani, lewat sebuah kejutannya. Samar-samar memang aku dengar sekolah mau menerima tamu dari sekolah lain, mungkin SMP Negeri Kuwu, dengan acara yang panjang, mulai dari pertandingan olahraga sampai pentas kesenian. Tapi seperti biasa, aku tak merasa punya kepentingan dengan acara-acara seperti itu dan tidak terlalu memikirkannya. Sehari menjelang acara, aku dikejutkan oleh kedatangan Esti dan beberapa teman lain ke rumah. Pertama kali ada cewek datang ke rumahku, meskipun berombongan....he he he. Ada 2 temen cewek (termasuk Esti) dan 3 temen cowok (kalau nggak salah itung) yang datang saat itu (maklum, dho ra tak suguhi....he he he). Purwaningsih sepertinya salah satu diantara mereka, kemudian cowoknya, --aku agak lupa-- Slamet, Mintok, ....dan Rozikin ? (oooiii kalian kah yg datang ke rumahku saat itu ?). Mungkin aku salah menyebut hanya Esti. Tapi, Esti lah yang kulihat aktiv menyampaikan maksud kedatangan nya, sedang yang lain hanya 'cengar-cengir', sesekali 'pandeng-pandengan' nggak jelas.....!!?.. Bisa jadi inisiativ memang dari Esti karena dia memang salah seorang siswi yang --setahuku-- aktiv. Tapi bisa juga Esti 'diperalat' 'komplotannya' itu..........hayo ngaku !. Esti sampaikan supaya aku ikut membantu menerima tamu dalam acara kunjungan itu. Model aku yang susah berkata tidak, aku meng-iya-kan, meskipun dalam hatiku bilang,'aku nggak akan datang'......(jahat memang.....he he he). Dan aku memang tidak datang di acara itu apalagi ikut menerima tamu. Aku juga nggak ambil pusing bagaimana perasaan Esti dan kawan-kawannya karena keputusanku itu....he he. Sampai suatu hari --mungkin sehari setelah acara-- aku dipanggil Ayahku dan diomeli. Rupanya Pak Kusno Utomo, Guru Bahasa Indonesia dan berteman dengan Ayahku, memberitahu kalau Eko diminta ikut menerima tamu tapi tidak mau datang.  Habis lah aku................ 'Buat apa pinter kalau pemalu dan minderan ?!!..........' salah satu dari banyak omelan --tepatnya nasehat, meskipun nadanya tinggi...he he-- dari Ayahku yang sempat aku ingat. Untuk mengaku salah dan tidak menambah masalah, aku diam saja. Belakangan aku baru sadar dan membenarkan nasehat Ayahku. Belajar Matematika, IPA, PMP saja tidak cukup. Sosialisasi, organisasi, kepemimpinan penting dipelajari bahkan untuk dilakoni. Jadi sebenarnya Esti dan kawan-kawan telah memberiku peluang dan mengajak untuk mengambil sesuatu yang berharga. Sayang aku mengabaikannya saat itu.  Sori kawan ya !. Dari Rozikin aku tahu, kini Esti sudah tiada, berpulang setelah kendaraan yang membawanya bersama keluarga mengalami kecelakaan. Hmm..........Take your rest peacefully Esti ...and please forgive me.
Jangan tanyakan kepadaku nama-nama seperti Naning Martiningsih atau primadona-primadona yang lain, apalagi memintaku menceritakan 'kisah-kisahku' bersama mereka...............Tidak ada .......... Telingaku hanya 'mbenging' mendengar nama-nama mereka disebut-sebut pria-pria kecil di sekitarku. Aku hanya tahu nama dan yang mana anaknya. Tapi aku tak pernah bisa menggapainya...............(njuk koyo 'kunto bimo' neng Borobudur ?......ha ha ha).  Aku juga tahu nama-nama beken yang lain seperti Sri Wahyuni (Yuni), Sri Lestari Sadonowati (Wati) dan Lilik Gandayani. Tapi, --ya itu tadi-- aku hanya sebatas tahu mereka tanpa bisa menorehkan prestasi ngobrol dengan mereka. Tidak terlalu jauh dengan teman-teman cewek sekolahku seperti Naning dan lain-lain itu, begitu pula pertemananku dengan teman-teman cowok seperti Sidik Agus Prihono (Gaguk), Mohamad Yazid, Nugroho, Wiyanto, Edi Purwasito, Udik (jeneng dowomu sopo Dik ?, aku yo lali ...he he), Agus Susanto, An Ho, Yushafat, Buyung, Purwanto, Edi Purwanto, Hartadi dan Onni. Mereka adalah elit di sekolah kami. 'Nobody complain'. Mereka adalah tulang punggung SMP Negeri Wirosari. Existensi, kemajuan dan prestasi sekolah tidak cukup bisa diraih dengan waktu belajar-mengajar dari pagi sampai siang. Diperlukan banyak extrakurikuler di sore hari yang tak mungkin bisa diikuti oleh siswa yang 'nglajo' seperti aku. Gaguk dan kawan-kawan dalam kota lah yang membuat kegiatan ekskul bisa berjalan. Barangkali karena kemampuan bergaulku yang rendah sehingga aku
jarang bisa berkomunikasi dengan teman-temanku terakhir itu selama sekolah.
Seiring waktu, keadaan berbalik ketika aku lulus dari SMP. Aku mulai banyak kehilangan kontak dengan teman-teman yang pertama-pertama aku sebutkan. Berapa teman mungkin memilih untuk tidak meneruskan sekolah lagi, atau bersekolah di kota yang jauh dari tempatku meneruskan sekolah. Terpaksalah aku merelakan hari-hari menyenangkan bersama mereka. Tapi beruntung aku satu sekolah kembali dengan Gaguk, Wiyanto, Edi Purwanto, Udik, Kustiati, Wati, Purwaningsih, Agus Murti, Suwarno...........siapa lagi ya ? lupa !. Sehingga aku tidak terlalu merasa kehilangan. Aku juga bisa lebih akrab dengan teman-teman elitku yang dulu agak 'jauh'. Aku jadi 'sok aktivis' dengan nimbrung dalam kegiatan-kegiatan yang mereka bikin. Asal tahu saja, Gaguk dan kawan-kawannya itulah yang sanggup meluluhkan hati seorang Lilik Gandayani untuk datang kerumahku di desa, waktu kami menyiapkan 'hiking' ke Tawangmangu. Luar biasa.....he he. (Guk kapan datang ke rumah lagi ? makan nasi jagung lagi kita.......ajak Lilik lagi ya !. Tapi jangan tawari aku 'hiking' lagi...................he he ...wis ra kuat).
Sekarang sudah puluhan aku tidak bertemu dengan teman-teman SMP ku itu. Kenang-kenangan bersama mereka terkadang nyelonong begitu saja disela-sela waktu sibuk dan bahagiaku bersama keluargaku. Ingin rasanya bisa berkomunikasi kembali dengan mereka dan menjaga tali silaturahim sampai akhir hayat nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar